Apa yang akan anda lakukan jika di suatu pagi yang cerah anda
menelpon seseorang yang mengaku sebagai sahabat anda untuk sebuah itikad
baik, tapi sambutan yang anda terima justru semprotan kemarahan tanpa
sebab yang sarat dengan kata-kata kasar tanpa memberi kesempatan pada
anda bertanya,” Hei, What’s going on?”. Apa lagi untuk menuntut
penjelasan darinya, karena kemarahannya yang meluap-luap dan tidak
terkendali. Satu hal yang sangat aneh dibalik sikap manis yang
ditunjukkannya selama kami berinteraksi. Sebagai catatan yang perlu
diingat, sesungguhnya hubungan kami selama ini berjalan sangat harmonis.
Beberapa tahun yang lalu aku mengalaminya. Sebagai orang normal tentu
saja aku kaget, sedih, marah, terhina berbagai perasaan campur aduk.
Dengan perasaan yang masih tidak menentu, Alhamdulillah aku yang
sebenarnya berusia jauh lebih muda dari Mbak Mamik (sebut saja namanya
Mbak Mamik) masih ingat nasehat almarhumah ibuku,”kalau pikiranmu sedang
tidak menentu, baik itu sedih, marah atau perasaan tidak enak lainnya,
cobalah berwudhu dan shalat sunat dua raka’at.
Apabila tidak memungkinkan untuk melakukannya, tarik nafas
dalam-dalam, beri ruang sejenak untuk tetap tenang. Jangan panik bila
ada masalah yang kadang datangnya tidak kita duga, hati-hatilah dalam
bertutur kata dan jangan membuat sebuah keputusan disaat kamu belum
benar-benar tenang”.
Setelah semua semprotan selesai, kujawab,”Ok, sekarang tolong
dengarkan aku, walaupun aku tidak mendapat penjelasan penyebab dari
kemarahan Mbak, sebelumnya aku minta maaf jika telpon dariku mengganggu
aktifitas Mbak. Aku cuma mau mengucapkan selamat jalan, semoga sampai di
tempat tujuan dengan selamat sehubungan dengan kepindahan Mbak ke kota
lain. Maaf bila kami sekeluarga tidak bisa ikut mengantar karena suamiku
tidak mungkin meninggalkan perkerjaannya.
Bagaimanapun kemarahan Mbak padaku yang tanpa sebab sudah terjadi, It had been done.
Hal yang sudah terjadi tidak bisa dihapus lagi dan akan menjadi sebuah
memori. Suatu hari nanti Mbak akan menyesali kejadian ini karena Mbak
tidak mampu mengendalikan emosi Mbak”.
“Ada satu hal yang ingin kusampaikan, bagiku seseorang yang mengaku
sebagai sahabat, dia tidak akan pernah berusaha secara sadar menyakiti
hati sahabatnya. Sahabat adalah seseorang yang selalu ada di saat suka
dan duka. Sahabat itu seseorang yang menerima kita apa adanya baik dan
buruk sifat sahabatnya (satu paket), satu sama lain saling mengoreksi
untuk menjadi pribadi yang lebih baik tentunya dengan tetap menghargai privacy masing-masing”.
Kututup telpon dengan tangan gemetar, masih tidak percaya dengan apa
yang baru saja terjadi. Tak terasa mukaku sudah bersimbah airmata. Sejak
aku kecil hingga kini sudah mempunyai seorang momongan bayi mungil,
baru kali ini ada orang yang berkata sangat kasar padaku, hal yang tidak
akanmudah kulupakan seumur hidupku.
Hari itu aku habiskan sisa waktuku bermain dengan balitaku yang lucu,
Alhamdulillah disaat sedih begini aku dianugerahi seorang gadis kecil
yang sangat lucu, tidak berhenti bergerak dan terus berceloteh sepanjang
dia terjaga. Apa saja bisa menjadi bahan cerita menarik yang dicampur
dengan khayalan-khayalan khas anak-anak. Hingga saat tidur siangnya
tiba, dia terlelap, wajahnya bak malaikat. Ya, dia malaikat kecilku yang
telah menghibur hati bundanya yang sedang bergemuruh tidak menentu.
Dalam suasana sepi begini, kembali terngiang semprotan tadi pagi. Aku
berusaha keras mengetahui root cause dari peristiwa ini dengan instropeksi diri. Walaupun aku sudah menyusun list
yang sangat panjang mengenai hal-hal yang pernah kami lakukan/bicarakan
bersama yang mungkin secara tidak sengaja telah menyakiti hatinya. Tapi
tidak kutemukan celah yang menjadi alasan kuat baginya untuk berkata
kasar padaku. Lagi pula bila pun ada kesalahpahaman diantara kami,
biasanya kami akan berbicara secara terbuka dan selalu diakhiri dengan
saling memaafkan. “Tapi mengapa kali ini sangat aneh ya?”, bisikku lirih
di dalam hati.
Seminggu setelah keberangkatan Mbak Mamik, akhirnya Allah memberikan
sebuah petunjuk padaku melalui telpon seorang teman yang kebetulan
tetangga Mbak Mamik. Maya namanya, tetangga Mbak Mamik bercerita padaku
bahwa sebelum terdengar deringan telpon dariku, Maya mendengar ada
keributan di rumah sebelah. Maya berusaha mencari tau, apa ada maling
yang masuk? Karena saat itu memang lagi musim banyak rumah dimasuki
maling, apalagi pagi-pagi begini. Tapi setelah dia mendengar dengan
lebih seksama yang terdengar justru pertengkaran hebat antara
suami-istri. Maya mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu rumah
tetangganya.
Tidak begitu lama terdengar deringan telpon dan si empunya rumah mulai
ngamuk lagi (tadinya Maya berpikir mungkin itu telpon dari suaminya,
tapi kenapa namaku yang kerap disebut oleh Mbak Mamik). Dari situlah
terkuak root cause kenapa Mbak Mamik ngamuk-ngamuk ketika aku telpon. Ternyata aku menelpon di waktu yang tidak tepat.
Pertanyaannya sekarang, dalam kondisi apapun bijaksanakah menjawab
telpon dari seseorang yang berniat baik dengan semprotan kemarahan? Yang
pada akhirnya dia sadari sendiri bahwa itu hanya bentuk pengalihan rasa
marah dan kecewanya pada pasangannya?
Bagaimana dengan perasaan sahabat yang menelponnya, pernahkah
terpikir olehnya bahwa dia sudah menyakiti dan melukai hubungan
persahabatan mereka yang dulunya sangat indah? Mungkin dia lupa pepatah
lama, gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga. Itulah yang terjadi
pada akhirnya.
Setelah peristiwa yang “sangat mengesankan” itu, kami tidak pernah
bertegur sapa lagi. Hal ini didukung juga oleh kondisi dimana kami
sekarang berdomilisi di kota yang berbeda dengan jarak yang relatif
jauh.
Sebenarnya aku bukan tipe pendendam. Tapi aku mau cooling down
dulu agar suasana tidak bertambah runyam. Aku tidak munafik, terselip
rasa sakit hati bila mengingat kejadian itu. Namun tidak pernah
terbersit olehku niat untuk membalas tindakan bodohnya. Thanks to my husband for your advised and support.
Akan kucoba untuk selalu mengingat nasehatmu bahwa bila kita
mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari seseorang, akan lebih baik
bagi kita mendoakan orang tersebut agar menyadari kekhilafan yang telah
ia lakukan dan mohonlah pada Allah agar dibukakan hati orang tersebut
supaya ia bisa menjadi orang yang lebih baik.
Seiring dengan berjalannya waktu pada akhirnya di suatu pagi telpon
rumahku berdering, terdengar suara yang sangat akrab dengan telingaku
mengucapkan salam. Suasana menjadi kaku karena aku sama sekali tidak
menduga bahwa orang yang telah menyakiti hatiku masih berani menelponku.
“Ada apalagi ya? Sumpah serapah lagikah?”. Perasaanku bergelut dengan
berbagai macam pertanyaan. Ternyata dengan suara terbata-bata, ia
mengucapkan permintaan maafnya terhadap perlakuannya yang teramat kasar
padaku beberapa waktu yang silam. Aku terdiam sesaat. Kemudian kujawab
bahwa sejak lama semuanya sudah kumaafkan. Aku tau jawabanku tidak mampu
mencairkan suasana kaku diantara kami, setelah sedikit basa-basi
percakapan singkat itupun selesai.
Alhamdulillah akhirnya dia sadar akan kesalahannya. Sampai sekarang
aku tetap menjaga hubungan silaturahmi dengannya, walaupun terus terang
aku mulai menjaga jarak, aku tidak mau disakiti lagi. Cukup satu kali
saja. Tidak mudah melupakan seseorang yang sudah dekat dan kita percaya,
tapi tega mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakitkan perasaan.
Butuh waktu yang lama untuk recovery perasaan yang terlanjur terluka.
Satu hal yang aku percaya bahwa selalu ada hikmah dibalik sebuah
peristiwa, sekarang berpulang pada kita masing-masing bagaimana caranya
menjadikan hikmah itu sebagai sebuah ilmu yang sangat berguna untuk
menempa kita menjadi pribadi yang lebih bijaksana dalam mengarungi
kehidupan yang notabene berisi jutaan bahkan milyaran manusia dengan
berbagai macam karakter. Masih banyak kita temukan manusia yang berbudi
luhur, tapi tidak sedikit juga yang memiliki sifat jahat dan kasar.
Itulah kehidupan, penuh warna.
Semoga aku diberikan kekuatan dan kemampuan mengendalikan emosiku.
Karena aku tidak diberikan kemampuan untuk mengendalikan emosi
sahabatku. Semoga aku dijauhkan dari sikap yang tidak terpuji yang dapat
menyakiti hati sahabat-sahabatku. Amiiin.
Note :
Untuk seseorang, terimakasih utk pelajaran yg sangat berharga, hal yang
tidak bisa kita dapat dari sekolahan, meskipun berakibatburuk untuk
hubungan persahabatan kita. Dibalik semua itu Mbak akan tetap kukenang
sebagai sahabat yang baik, yang kebetulan tidak mampu mengendalikan
emosimu. Semoga suatu saat nanti Allah memberi hidayahNya pada Mbak agar
Mbak bisa bersikap lebih dewasa dan bijaksana.
persahabatan
07.30 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar